20 Januari, 2009

Empty nest syndrome: ketika semua anak burung itu sudah terbang menjauh dari sarang









Semua orang tua pasti pernah merasakan indahnya berbagi masa dengan anak-anak mereka. Celoteh riang, tingkah yang lucu, bahkan jeritan dan tangisanpun terasa bagaikan hiasan terindah bagi rumah keluarga. Tak terhitung saat-saat di mana rasa penat setelah bekerja seharian terbayar lunas oleh pelukan tangan-tangan mungil mereka. Tak terhitung pula rasa cemas yang menyeruak kala sang permata hati tiba-tiba demam, dan rasa syukur ketika mereka kembali dapat terlelap memeluk guling bututnya. Anak-anak terus tumbuh dengan berbagai kepandaian dan kebutuhan yang khas untuk tahapan usianya. Semua itu membuat orang tua merasa menjadi induk burung, yang selalu merindukan sarang penuh anak-anak mungil yang membutuhkannya. Indah sekali masa-masa itu….

Namun waktu tak pernah berhenti merangkak.. Anak-anak burung itu beranjak dewasa, belajar mengepakkan sayap, lalu sedikit demi sedikit terbang menjauh dari sarang untuk perjuangkan kehidupannya sendiri.

Sang induk kehilangan ciap dari paruh-paruh mungil yang merindukannya. Ketika ia pulang dengan makanan yang ditemukannya, hanya keheningan yang ia temui di sarang itu. Dingin dan sepi. Selanjutnya ia tak lagi merasa perlu pergi mencari makanan, lalu ia tak lagi merasa perlu terbang, dan pada akhirnya.. ia merasa tak lagi perlu mempertahankan hidupnya.
Apa yang dialami induk burung itu sama seperti yang dialami oleh para wanita usia lanjut. Ketika tuntas sudah tugas membesarkan anak-anaknya, dan tuntutan kehidupan membawa anak-anak itu menjauh dari pelukan, “Sindroma Sarang Kosong” (Empty nest syndrome) datang mengisi senja di kehidupan mereka. Kehilangan itu masih ditambah pula dengan tibanya masa menopause, yang oleh sebagian wanita diyakini sebagai akhir segalanya. Adalah reaksi yang normal apabila sesekali mereka duduk di kamar si kecil yang kini kosong, memandangi ‘harta benda’ berupa poster-poster di dinding, dan mengambil sehelai kaus lusuh dari lemari untuk sekedar mengobati kerinduan akan masa-masa di mana mereka begitu dibutuhkan. Namun bila semua itu sampai membuat mereka menangis tanpa henti, kehilangan minat untuk melakukan hobi, menarik diri dari pergaulan sosial, merasa bahwa hidup tak lagi berharga, dan sebagainya, maka ‘alarm’ tanda bahaya telah berbunyi. Sebelum jatuh lebih dalam, banyak yang dapat dilakukan, antara lain:
• Memandang situasi ini sebagai anugerah, bahwa anak-anak yang telah dibesarkan dengan baik itu sudah mulai mampu menjaga diri sendiri.
• Kembali memandang diri sebagai sosok unik, yang kebutuhan-kebutuhannya juga harus dipenuhi. (Pada umumnya, mereka tak dapat berhenti berpikir dan bertindak sebagai ibu yang hanya boleh memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya).
• Kembali melakukan hobi yang selama ini tak sempat lagi tersentuh, buka buku catatan telepon dan hubungi kembali kawan-kawan lama, pergi berburu novel-novel romantis yang tak pernah lagi terpikirkan, berendam lama-lama dengan minyak aromatic yang menenangkan, dan sebagainya. Get the thrill back!
Masih banyak lagi yang dapat dilakukan, namun bila semua itu tak mampu membendung kesedihan yang terus menggelayut, carilah bantuan, agar tak terjadi gangguan serius yang sulit ditangani. Jangan tunda lagi, karena hidup Anda begitu berharga.
Bagikan cerita ini kepada semua yang Anda kenal, bila Anda ingin lebih banyak induk burung yang dapat berdamai dengan sarang kosongnya..

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Indah sekali !
Marilah kita syukuri dan jalani masa tua kita dengan bahagia.