12 Februari, 2014

"Duuuh...gimana sih caranya ngomong sama Ayah saya ini?! "

"Melihat Ayah saya baca koran dengan tenang gitu rasanya saya ikut merasa tenang. Kalau korannya habis, dan beliau mulai ingin ngobrol dengan saya, biasanya saya mulai stres, habis sekarang rasanya susah banget ngobrol dengan beliau...percakapan yang tadinya normal jadi mbulet, dan kadang berujung marah-marahan..."


Mengkomunikasikan keinginan, perasaan, dan sebagainya adalah salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia, tak terkecuali ODD (Orang Dengan Demensia). Namun seringkali caregiver / pendamping ODD merasa lelah membangun komunikasi ini, karena dirasakan membutuhkan lebih banyak energi sementara tujuan komunikasinya sendiri belum tentu tercapai.

Apalagi kalau kita mempersepsikan 'komunikasi' sebagai 'percakapan', sementara sebenarnya sebagian besar komunikasi justru terletak pada aktivitas non verbal : kontak mata, gerak tubuh, sentuhan, ekspresi wajah, dan sebagainya.
Komunikasi non verbal terutama penting apabila ODD mengalami gangguan keterampilan berbahasa, sehingga mereka mengkomunikasikan sesuatu melalui perilaku yang buat pendampingnya tempak sebagai 'perilaku bermasalah' (lihat posting terdahulu yaaa..).



Gangguan 'Naming'
Gangguan berbahasa bisa bermacam-macam jenisnya, tapi biasanya diawali dengan gangguan aspek naming -  kesulitan menemukan nama suatu benda atau orang, walaupun mereka ingat detailnya. 

Selanjutnya mungkin ODD menggunakan istilah yang aneh ('bahasa planet'), atau menggantinya dengan kata lain yang kebetulan mampir di ingatannya, atau sama sekali membisu.

Dan jangan pula abaikan kemungkinan lain yang menyebabkan kesulitan komunikasi verbal, misalnya nyeri, efek samping obat, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Jadi, yang pertamakali harus dilakukan tentu berkonsultasi dengan dokter. 



Karena komunikasi ini bisa membuat ODD dan orang-orang di sekitarnya frustrasi, ada baiknya kita coba beberapa tips di bawah ini untuk berkomunikasi dengan ODD.


1. Sebelum Berkomunikasi

  • Sebisa mungkin, usahakan untuk tenang, supaya kita bisa mengontrol kata-kata yang keluar dari mulut kita
  • Pertimbangkan masak-masak manfaat dari komunikasi yang akan kita lakukan, dan apa tujuan komunikasi tersebut (sekedar menginformasikan sesuatu kepada ODD, atau mengajak ODD melakukan sesuatu, dan sebagainya)
  • Pastikan bahwa ODD memperhatikan kita, dan perhatian kita juga terarah kepadanya (jangan bicara sambil lalu dengan ODD kalau kita menginginkan perhatiannya yang penuh)
  • Pastikan bahwa ODD bisa melihat kita dengan jelas
  • Minimalkan kebisingan lingkungan (suara TV, radio, percakapan lain, kendaraan yang lewat, dan sebagainya)



2. Ketika Berkomunikasi
temukan sisi humornya,
dan tertawalah bersama mereka !

  • Bicaralah dengan tenang dan jelas 
  • Usahakan bicara lebih lambat, dan memberi jeda antar kalimat, agar ODD sempat memproses informasi dan memberikan respon. Walaupun mungkin terasa agak aneh, tapi ini akan mendukung ODD untuk terus berkomunikasi dengan kita
  • Hindari kata-kata yang tajam, teriakan, atau bentakan. Mungkin mereka tidak paham kata-kata kita, tapi mereka membaca dan merekam bahasa non verbalnya : 'orang ini marah kepadaku!'
  • Gunakan kalimat pendek dan sederhana
  • Jangan bicara kepada mereka seperti bicara kepada anak kecil, tetap hormati mereka
  • Humor bisa mendekatkan kita kepada mereka, dan mengurangi ketegangan yang ada. Kalau ada kesalahpahaman, atau salah tangkap informasi, jadikan itu sebagai bahan guyonan, dan tertawalah bersama mereka (tertawa bersama, bukan mentertawakan)
  • Usahakan untuk sesering mungkin melibatkan ODD dalam percakapan bersama orang-orang lain, agar mereka tetap merasa menjadi individu yang merupakan bagian dari suatu lingkungan sosial.


3. Apa yang harus dikatakan

  • Hindari banyak pertanyaan sekaligus dalam waktu yang sama. ODD bisa frustrasi kalau mereka tidak berhasil menemukan jawabannya. Berikan pertanyaan satu persatu dan usahakan dalam bentuk pertanyaan tertutup, di mana mereka hanya perlu menjawab 'ya' atau 'tidak'
  • Kalau ODD harus memilih, jangan berikan terlalu banyak opsi, seperti misalnya "Bapak mau makan pecel, atau rawon, atau soto, atau bubur ayam?" :)
  • Jika ODD tidak paham kalimat atau pertanyaan kita, usahakan untuk mengajukannya lagi dengan kalimat yang berbeda, jangan mengulang-ulang kalimat yang sama

Apapun hasilnya,
nikmati kedekatan dengan ODD
dalam proses komunikasi
  • Dalam stadium lanjut, acapkali ODD tidak lagi bisa memahami mana yang ada di dunia nyata dan mana yang hanya berada dalam pikiran mereka sendiri. Jangan berusaha mendebat mereka. Usahakan saja mengarahkan pembicaraan ke realitas. Dan kalaupun tidak berhasil, nikmati saja prosesnya dan koneksi yang terjalin, tidak perlu terlalu fokus pada realitas. Coba pahami mengapa mereka melakukan itu.









4. Mendengarkan

Mendengarkan = menghadirkan diri sepenuhnya
  • Mendengarkan tidak sama dengan mendengar. Kita bisa mendengar sesuatu tanpa sengaja atau sambil lalu, namun untuk bisa mendengarkan kita harus menyediakan waktu dan mengarahkan perhatian kita sepenuhnya kepada orang yang kita dengarkan - dalam hal ini ODD. Memperhatikan sepenuhnya dan memberikan dorongan agar mereka terus berkomunikasi dengan kita, itulah inti dari 'mendengarkan'
  • Bila ada kata-kata mereka yang tidak kita pahami, kita bisa meminta mereka mengatakannya dengan cara lain dan membaca 'clue'-nya. Perhatikan juga emosi mereka saat berkata-kata.
  • Karena gangguan daya ingatnya, mungkin mereka akan mengatakan hal-hal yang tidak benar (misalnya mengatakan bahwa sudah makan, padahal belum). Dalam hal ini kita tetap tidak perlu mengajaknya berdebat, namun harus berusaha mencari informasi pendukung yang lain (misalnya dari pendampingnya) dan memperatikan kesesuaian pernyataannya dengan kondisi fisiknya (cari tanda-tanda dehidrasi, misalnya)

5. Bahasa Tubuh

Pelukan hangat dan senyum lebar : komunikasi tanpa kata
  • Jangan sepelekan bahasa tubuh. ODD bisa 'membaca' hal ini dengan cukup baik. Perubahan ekspresi wajah kita, peninggian suara kita, posisi tubuh kita, dan sebagainya, akan terbaca oleh mereka.
  • Tetap hormati 'personal space' (wilayah pribadi) mereka. Jangan terlalu dekat ketika berbicara, karena itu akan membuat mereka merasa terintimidasi. Jangan pula terlalu jauh sehingga kita tidak berada dalam jarak pandang mereka, karena itu akan membuat mereka merasa tidak aman.
  • Sentuhan , pelukan, tepukan ringan, dan sebagainya - sepanjang sesuai dengan norma yang dianut oleh ODD - akan sangat membantu menumbuhkan kedekatan dengan mereka.
  • Senantiasa jaga agar kita melakukan kontak mata, dengan ketinggian mata yang kira-kira sejajar.
  • Perhatikan juga bahasa tubuh yang mereka gunakan, dan usahakan mencari artinya. Bahkan kediaman merekapun merupakan bahasa yang harus kita pahami artinya.

Selamat mencoba, 
dan silakan membagikan pengalaman Anda,
karena mungkin akan bermanfaat bagi para Pendamping ODD yang lain...

    05 Februari, 2014

    Scatolia - Istilah Cantik untuk Perilaku yang 'Menantang'

    Ibu Anne , seorang mantan guru yang dulunya mengajarkan etiket bagi para istri calon perwira angkatan laut dan kini mengalami Demensia, memberikan kami pengalaman dengan perilakunya yang 'menantang'. Dia mengambil kotoran dari pampersnya, menggambari tembok dengan kotorannya, dan - kadang - memakannya.

    Melihat latar belakangnya, tentu beliau akan sangat sedih bila menyadari perilakunya tersebut. Dari sini kita mendapat pelajaran yang sangat berharga, tentang betapa hebatnya Demensia merenggut daya ingat dan daya nilai seseorang, sehingga orang tersebut menjadi orang yang benar-benar 'baru'.

    Bermain-main dengan kotoran dan mengoleskannya di mana-mana disebut 'Scatolia' - kadang disebut juga 'finger painting' atau menggambar dengan jari :D . Sementara memakan kotoran disebut 'Coprophagia'.

    Kedua perilaku tersebut seringkali membuat pendamping Orang Dengan Demensia (ODD) marah, lelah, dan khawatir. Dan ini sangat bisa dipahami. 
    Lalu untuk ODD sendiripun, kedua perilaku ini juga berpotensi menimbulkan gangguan di saluran cerna (mulai mulut hingga anus), infeksi kronis di kulit (karena bisa menimbulkan infeksi pada luka-luka kecil di kulit sensitif mereka), radang kelenjar ludah, infeksi saluran kencing, sumbatan jalan nafas, Hepatitis A, dan sebagainya.

    Penyebab pasti kedua masalah ini pada ODD juga belum diketahui secara pasti, walaupun diperkirakan gangguan pengendalian perilaku akibat masalah pada otak memegang peran penting di sini. 

    Beberapa pasien mengalami pengurangan Scatolia dan Coprophagia dengan penatalaksanaan pruritus ani (gatal di daerah anus), konstipasi (sembelit), depresi, gangguan kognitif berat, dan kekurangan zat gizi tertentu (misalnya kekurangan zat besi, dll). Jadi hal-hal  di atas ini juga harus dicari pada ODD yang menunjukkan kedua perilaku tersebut.

    Oh ya, nyeri juga harus dievaluasi! Bisa jadi sebenarnya mereka sedang berusaha 'melaporkan' tentang nyeri melalui perilakunya tersebut.

    Setelah dievaluasi dan diberi resep oleh dokter, yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin membuat para ODD ini 'sibuk' sepanjang waktu di luar saat tidurnya. Tidak perlu memikirkan hal yang rumit.....cukup dengan misalnya :

    • memberikan setumpuk handuk atau pakaian untuk dilipat (lalu nanti setelah dilipat, kita bawa tumpukan itu pergi, dan dibawa kembali dalam kondisi tidak terlipat, dan kita minta mereka untuk melipat 'tumpukan cucian baru', dst), 
    • memberikan potongan kertas warna-warni yang harus dikelompokkan sesuai warna, 
    • memberikan puzzle sederhana, dan sebagainya.


    Ada satu lagi yang bisa kita coba:
    "Busy Apron" - 
    Celemek Sibuk :D
    Celemek ini ditempeli apapun yang bisa sepanjang waktu menyibukkan kedua tangan ODD : kancing jepret, tali sepatu, ritsleting, boneka2 kecil yang lembut, kancing kemeja, dll.





















    Semoga tulisan ini membantu yaaaa....

    Sekali lagi,
    semua perilaku menantang yang terjadi pada ODD itu di luar kendali mereka,
    di luar kemauan mereka...
    Mereka cuma ingin mengkomunikasikan apa yang dirasa,
    kepada kita...
     


    24 Januari, 2014

    Masih tentang Rumah ke-2 Bagi Para Eyang : Model 'the Family of Wisdom' Taipei



    Tulisan di tembok belakang kami bertiga itu,
    kira-kira bunyinya ' the Family of Wisdom', suatu Rumah ke-2 bagi warga senior di Taipei.
    (papan nama itu terbuat dari kayu yang diukir oleh salah satu member berusia 83 tahun)

    Ide semacam ini sebetulnya sudah lama kami impikan, tapi selalu kepentok dengan pemikiran 'wah, harus dijalankan oleh tenaga profesional nih - psikolog, occupational therapist, perawat, dokter ... trus harus ada tenaga cleaning service, tukang masak, satpam, sopir....dan harus ada biaya operasional untuk listrik air, telepon, pelihara taman...dan tempatnya harus besar... duitnya dari mana yaaa?'

    Itulah sebabnya kami ingin membagikan konsep yang ada di 'the Family of Wisdom' ini... 

    Di negeri ini, kegiatan semacam Posyandu Lansia yang kita punya juga ada, tapi dilakukannya seminggu sekali, dan dibiayai oleh asuransi. Karena para Ah Ma dan Ah Kong serta keluarganya merasa bahwa mereka butuh lebih banyak aktivitas di siang hari, maka mereka ingin punya suatu tempat untuk itu, di mana mereka bisa 'berada di rumah dan tetap aktif' setiap hari.

    Sistem asuransi yang ada di sini belum memungkinkan untuk membiayai Rumah ke-2 semacam ini. Tapi mereka tidak menyerah. 
    Dibuatlah suatu konsep tentang rumah yang diinginkan, lalu didiskusikan bersama Asosiasi Alzheimer Taiwan, dibuat  proposal, dan dicarikanlah link untuk itu.


    3 tahun yang lalu, mantan presiden Taiwan - sayang kami lupa menanyakan nama beliau - ingin menghibahkan penggunaan rumah pribadinya di Taipei. Jangan dikira ini adalah rumah pribadi yang besar dengan halaman luas. Tidak ! Ini adalah sebuah rumah kosong biasa berkamar tiga dengan sedikit halaman di depannya... 

    Dibuatlah penawaran terbuka untuk maksud beliau tersebut. Banyak proposal yang masuk, dan terpilihlah proposal dari Asosiasi Alzheimer Taiwan, karena mereka berhasil meyakinkan bahwa populasi warga senior terus meningkat dan memiliki kebutuhan khusus. Lagipula, model yang ditawarkan ini tampak sangat feasible dan tidak memerlukan banyak biaya, istilahnya 'ndak ngerepoti siapa-siapa'... :D 
    Disetujuilah penggunaan rumah tersebut untuk masa satu tahun, akan dievaluasi, dan bila bermanfaat boleh diteruskan. Hingga saat ini, rumah tersebut sudah digunakan selama 3 (tiga) tahun, karena manfaatnya ternyata sangat besar.

    Dipakainya nama 'Family of Wisdom' bukan tanpa alasan.
    Dicita-citakan bahwa semua warga senior yang menjadi member di sini merasa berada di rumah dan menjadi satu keluarga.
    Kenapa 'Wisdom'? 
    Karena semua warga senior membawa kearifan, keahlian, dan pengalamannya masing-masing.
    Warga senior yang datang ke sini disebut 'member', lengkapnya adalah 'family member' - karena mereka semua menjadi anggota sebuah keluarga.
    Tapi selanjutnya kami sebut 'member' aja yaaa.. biar nulisnya gk kepanjangan :D



    Okay, tempat sudah ada, nama juga sudah.. 
    Lalu dari mana uang untuk merenovasi rumah dan mengisinya dengan perabot yang sesuai dengan kebutuhan warga senior? 
    bisa dibilang seluruh perabot disini 'pre-owned' alias barang bekas :)

    Diumumkanlah program ini kepada masyarakat, dan siapapun yang punya sesuatu untuk disumbangkan dipersilakan menyumbang. 
    Maka berdatanganlah sumbangan barang dari seluruh penjuru negeri. Banyaaaaak sekali. Lalu dipilihlah yang bisa dimanfaatkan untuk rumah ini. Misalnya kursi tamu , ada 6 (enam) set, yang selanjutnya ditawarkan kepada member, mana yang akan dipakai di ruang tamu. Begitu pula barang-barang lain.
    Selebihnya yang tidak terpakai dijual dalam suatu lelang, untuk mendanai renovasi rumah.

    DItambah berbagai sumbangan dana yang dicarikan oleh Asosiasi Alzheimer Taiwan, maka dimulailah renovasi rumah ini secara bertahap. Di bawah ini ada beberapa gambar ...

    dibuat kebun kecil dengan tanaman yang familier untuk warga senior,
    dan ketinggian rak yang ergonomis

    lalu untuk menyiasati ketinggian lantai yang berbeda, yang berpotensi 'nyandhungi' para Eyang,
    dibuatkan papan knock down yang bisa dipasang di situ, sekaligus untuk memudahkan kursi roda melewatinya

    jadinya seperti ini



    Bufet yang kacanya memantulkan cahaya lampu ruang tamu
    ditempeli film supaya member tidak silau



    Apa yang istimewa dari jam dinding bulat itu?
    angkanya besar, diletakkan di tempat yang mudah dilihat,
    dan kacanya dilepas supaya tidak menyilaukan







    bantuan orientasi waktu dengan kalender yang besar 
    (dan uniknya, di Taiwan ada fruit calendar, di mana orang bisa mengenali bulan melalui gambar buah yang sedang musim berbuah di sini :D )


    kamar mandi dikasih tanda yang jelas

    kamar mandi dengan toilet duduk diberi handrail dan bangku untuk mandi


    kunci pintu geser kamar mandi dilihat dari sebelah dalam :
    kalau ada member yang tidak bisa membuka kunci, 
    maka pintu bisa digeser sedikit dan orang yang ada di luar bisa membantu membukanya



    alat olahraga yang diletakkan berdampingan karena tempatnya sempit,
    ternyata malah disukai karena bisa digunakan sambil ngobrol



    lompongan yang dimanfaatkan untuk ruang kerja buat yang suka nulis-nulis atau nggambar,
    yang lalu karyanya bisa ditempel di dindingnya untuk dinikmati siapa saja




    set meja-kursi tamu pilihan member


    satu kamar dimodifikasi jadi ruang karaoke : tempat favorit-nya member,
    bisa sekaligus dipakai sebagai ruang dansa atau latihan yoga

    dekorasi ruang karaoke dengan foto-foto penyanyi lama,
    sekaligus untuk reminiscence therapy


    walaupun setiap hari ada 20-30 member yang berada di sini,
    hanya ada 1 kamar tidur (atau tidur2an) yang disediakan, 
    karena di rumah ini diharapkan membernya aktif sepanjang hari, sehingga bisa tidur di malam hari


    Ruang makan, buat makan dan ngobrol,
    makanannya boleh bawa sendiri-sendiri atau patungan trus dimasak bareng, 
    atau minta tolong orang untuk masak



    pinggiran tembok yang tajam dan berpotensi membahayakan member,
    diberi bantalan yang empuk tapi tetep cantik



    satu kamar dibuat perpustakaan, dilengkapi komputer dengan layar sentuh,
    tapi saat ini masih jarang dipakai oleh member karena banyak yang tidak familier dengan penggunaan komputer (mungkin kalau di dekade mendatang akan lebih banyak yang pakai yaaa..:D)


    teras kecil di belakang disulap jadi ruang bermain,
    di mana mereka suka main mahjong di sini,
    dan bahkan dibuatkan uang-uangan dari kertas 
    (karena dalam budaya mereka, main mahjong harus pakai taruhan :D )



    Pertanyaan yang muncul berikutnya pasti
    "Membernya bayar berapa tuh sebulan?"

    Tenang dulu, Sodara-Sodaraaaaa...
    Pertanyaan itu akan terjawab di akhir cerita ini :)

    Jadi, setiap hari kerja, 
    para member berada di tempat ini ,
    jam 09.00 - 17.00.
    Yang masih mandiri boleh datang sendiri,
    tapi yang demensia harus didampingi oleh istri, anak, menantu, 
    atau caregiver yang memang dibayar untuk itu.

    Sementara para member beraktivitas, 
    caregiver membagi diri untuk melakukan tugas bersih-bersih rumah, belanja, memasak, dan mendampingi para member.

    Setelah makan siang bersama,
    dan tugas bersih-bersih serta memasak selesai,
    maka para caregiver bisa saling berbagi pengalaman,
    sambil tetap mendampingi member beraktivitas.,
    karena sebisa mungkin tidur siang sangat dibatasi.

    Setelah snack sore, 
    yang juga merupakan bekal dari rumah atau hasil masak-masakan bersama,
    member dan caregivernya pulang.

    Seringkali ada relawan-relawati - yang juga datang dari kalangan keluarga para member atau diundang oleh para caregiver -
    datang ke tempat ini dan mengajak member untuk latihan dansa, latihan yoga, merangkai bunga, bikin handicraft lain, 
    atau sekedar menemani ngobrol dan nyanyi.

    Banyak juga caregiver dari member yang sudah meninggal yang kemudian menjadi relawan di tempat ini, karena mereka merasa sangat terbantu ketika mendampingi proses menjelang kematian yang dialami keluarga mereka di rumah ini.

    Kadang ada murid-murid SD atau TK yang datang untuk menghibur member
    atau malah sekedar mendengarkan dongeng dari member.

    Ada seorang social worker yang ditugaskan di tempat ini secara paruh waktu oleh pemerintah untuk menjaga keberlangsungan program. Peran social worker ini sekaligus sebagai house manager dan case manager, di mana dia bertugas menghubungkan member dengan layanan kesehatan atau sistem dukungan sosial lain bila diperlukan.


    Sejauh ini, manfaat yang sudah diteliti dari tiga tahun perjalanan 'Family of Wisdom' adalah peningkatan emotional-wellbeing dari member
    dan penurunan yang signifikan pada caregiver burden.




    Seorang caregiver menceritakan, bahwa biasanya para member ini lebih patuh terhadap anjuran yang diberikan oleh orang lain daripada oleh caregivernya sendiri,
    maka di tempat ini para caregiver biasa membantu memberikan anjuran kepada member lain. 



    Dan untuk caregiver sendiri, kelebihan rumah ini adalah mereka bisa belajar tentang masalah sehari-hari pada warga senior, dan saling tukar pengalaman tentang cara mengatasinya, langsung dari 'tangan pertama'. Ibu yang berada di gambar atas ini merasa bahwa mendampingi suaminya di tempat ini setiap hari benar-benar mengurangi bebannya, karena di rumah sering merasa 'buntu' - dia tidak tahu bagaimana caranya mengajak suaminya berkomunikasi dan beraktivitas.

    Pemerintah Taiwan juga mulai melirik model ini untuk diterapkan di seluruh negeri, karena mereka melihat bahwa model ini sangat cost-effective.
    Pemerintah hanya perlu mengeluarkan dana untuk menggaji seorang social worker paruh waktu, dan selebihnya menjadi tanggungjawab member beserta keluarganya.

    Jadi, berapa seorang member harus membayar untuk layanan ini?
    NTD 25 (sekitar Rp. 10.000,-) per hari,
    hanya untuk membayar biaya listrik, air, dan pajak rumah.

    Ayoooooo... gimanaaaaa?
    Jadi semangat kan untuk memulai? 

    Kami juga ! 








    23 Januari, 2014

    Mengembangkan 'Rumah Ke-Dua' buat para Eyang di Indonesia - Mungkinkah?


    Di manakah tempat paling nyaman untuk menikmati hari tua?
    Warga Senior pasti serempak menjawab  ‘rumah !’ –tempat yang aman, nyaman, dan lekat di hati,di mana orang-orang yang dikenal berada dan bercengkerama.




    Lalu, di siang hari,

    saat semua anggota keluarga lain menjalankan aktivitas masing-masing,

    di manakah Warga Senior  ingin menikmati siang harinya,

    bersama siapa, melakukan apa?

    Jawabnya pasti tetap ,

    ‘di rumah, bersama orang-orang yang dikenal,  

    dan melakukan apa saja yang saya suka’


    Tapi anggota keluarga yang lain biasanya cemas,

    kalau harus meninggalkan orangtuanya yang berusia lanjut sendirian

    atau dijaga oleh pramurukti baru di rumah,

    sementara mereka tidak mungkin terus menerus berada di rumah,

    karena mereka punya keluarga yang nafkahnya harus dicukupi,

    punya cita-cita yang harus diraih dengan pendidikan tinggi,

    dan sebagainya.

    Nah lo...trus gimana? :)



    Selama ini salah satu mimpi kami adalah melihat para Eyang ini menikmati hari tuanya dengan nyaman di masyarakat, bicara dengan teman-teman sebayanya tentang topik yang 'nyambung', melakukan aktivitas bersama, pokoknya kehidupan yang menyenangkan buat beliau-beliau ini. 



    Makanya kami pengen punya 'kampung pensiunan' (retirement village). 

    Kami masih terus memimpikannya, dan sedang berusaha mewujudkannya. 


    Di sisi lain,
    konsep yang terus diperjuangkan di seluruh penjuru dunia saat ini adalah 'Ageing in Place'... di mana warga senior menikmati senjanya di tempat di mana mereka 'tumbuh dan berakar', karena itu sangat nyaman untuk mereka. 
    Menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tidaklah selalu mudah untuk warga senior, jadi 'pulang' dan 'tinggal' di 'rumah' selama mereka bisa, adalah hal yang nyaman untuk dijalani.



    Mengkompromikan konsep Ageing in Place dengan kebutuhan anggota keluarga yang lain untuk beraktivitas di luar rumah menjadi pilihan yang masuk akal. 
    Dan kami ingin agar semua tempat di Indonesia ini punya semacam 'senior day center' yang jadi Rumah Ke-2 untuk warga seniornya. Di situ para Eyang bisa beraktivitas dan bersosialisasi dengan aman dan nyaman di dalam jam kerja, lalu pulang ke rumah untuk kembali berkumpul bersama keluarga di sore dan malam harinya. 




    Ada suatu Senior Day Center yang sangat ideal di Jakarta, namanya Senior Club Indonesia (SCI). Kami ingin sekali tempat semacam itu ada di seluruh Indonesia suatu saat kelak, tapi mungkin kita harus menunggu agak lama untuk mimpi yang satu ini, karena  biaya yang dibutuhkan sangat tinggi kalau mau mengcopy-paste persis seperti ini. 

    Coba lihat videonya.... http://youtu.be/OP66UHfQ5EE


    SCI ini bermula dari kepedulian para pengusaha, yang CSR (Corporate Social Responsibility) -nya dikumpulkan dalam suatu yayasan bernama Indocare, lalu dikelola dengan sangat baik dan efisien.

    Mari kita berdo'a agar makin banyak pengusaha yang peduli terhadap warga senior di Indonesia.

    Sambil berdo'a, kita memikirkan alternatif berikutnya yuuuk!

    Dan tidak ada salahnya kalau kita adopsi ide dari tempat-tempat lain yang sejenis kan?

    Monggooooo....



    Apakah sekarang ini kita sama sekali tidak punya 'tempat kumpul-kumpul-nya Para Eyang?'. Jangan salah... kita punya Posyandu Lansia atau Karang Wredha di hampir semua tempat di Indonesia. Kami berpikir bahwa ini adalah suatu potensi yang harus dikembangkan. 
    Yuk kita lihat kondisinya saat ini dan pengembangan apa yang mungkin dilakukan !






    1. Kegiatan inti Posyandu Lansia - yang dilaksanakan sekali sebulan - adalah pemeriksaan kesehatan (tekanan darah dan anamnesis terutama). Kadang ada penyuluhan dan olah raga bersama secara rutin juga. Ada 1-2 posyandu yang kadernya punya inisiatif untuk nyanyi karaoke lagu-lagu nostalgia 3 bulan sekali, atau pergi bersama ke Kebun Raya setahun sekali.


    Alangkah senangnya kalau kegiatan ini bisa dilakukan setiap hari, sehingga ada aktivitas harian rutin yang ditunggu-tunggu oleh para Eyang. Kegiatannya juga tidak perlu yang mahal atau merepotkan, dan bisa dikreasikan sendiri oleh para Eyang atau anggota keluarganya. Bisa juga minta keluarga menjadi relawan untuk bergantian mendampingi suatu kegiatan (misalnya jalan-jalan ke museum, pengajian, merangkai bunga, masak-masakan, outbound, lomba menciptakan games dan sebagainya).








    2. Dijaga keberlangsungannya oleh Kader-Kader Posyandu yang sangat berdedikasi - namun jumlahnya terbatas - di bawah supervisi petugas Puskesmas. Ada yang sudah terlatih untuk mendeteksi secara dini gangguan pada warga senior, tapi sebagian besar belum. Kita juga tidak bisa meminta lebih banyak lagi waktu mereka untuk memikirkan posyandu, karena mereka bekerja tanpa diberi imbalan apapun, dan melakukan kegiatan ini sebagai pengabdian di sela waktu mengurus keluarga masing-masing. 


    Di Okayama - suatu tempat di Jepang - masalah ini diatasi dengan merekrut volunteer / relawan-relawati. Imbalannya dihitung dalam bentuk token. Misalnya 1 token untuk kegiatan mereka mengantar warga senior ke kantor pos, 1 token untuk menemani warga senior berjalan-jalan, 1 token untuk menemani warga senior kontrol ke RS, 1 token untuk memasakkan makanan bagi warga senior yang tinggal sendirian. Lalu kelak, ketika para relawan-relawati ini beranjak memasuki usia senja, mereka akan mendapat layanan dari relawan-relawati sesuai dengan token yang mereka miliki. Dasar pemikirannya adalah "kalau sekarang aku melayani warga senior dengan baik, maka aku atau keluargaku juga akan dilayani seperti itu, karena semua orang akan menjadi tua"... 

    Dan di Singapura, menjadi relawan akan memberikan poin lebih bagi seseorang untuk melamar pekerjaan, mengajukan permohonan untuk menerima beasiswa, dan sebagainya.
    Cuma ada di luar negeri? Hohohoho...jangan salah! Yayasan Al-Kautsar di Palu sudah memulai model yang mirip, di mana anak-anak muda mendampingi warga seniornya! 

    3. Biaya dari pemerintah untuk posyandu ini hanya sebatas untuk kebutuhan logistik

    (alat tulis dan makanan tambahan berupa bubur kacang hijau). Boro-boro dana untuk memikirkan pengembangan Posyandu, untuk menjaga pelayanan dasarnya saja kadang masih harus nombok..

    Kami memikirkan CSR (corporate social responsibility) dari perusahaan apapun - kecuali rokok - untuk membantu pengembangan posyandu lansia yang ideal.

    Dan...ternyata ini sudah ada loooh di Indonesia! Ayo..tempat lain juga bisa meniru!

    Setidaknya untuk start up - memulai (misalnya memperbaiki tempat yang dipakai untuk berkegiatan, supaya aman bagi warga senior, atau membiayai pelatihan kader, atau membantu mendanai kegiatan sekali seminggu selama setahun pertama).

    Lalu selanjutnya, setelah manfaatnya bisa dirasakan oleh 'member'-nya (biar keren kita sebut 'member' yaaa..), kami rasa member tidak akan keberatan untuk berkontribusi Rp. 25.000,- /orang per bulan misalnya, dan kelompok ini berkembang menjadi sebuah 'klub'.



    4. Tempat Posyandu Lansia sejauh ini biasanya di Balai Desa, Balai RW, atau teras rumah warga. 
    Apakah itu lantas boleh menghambat pengembangannya? 

    Oh....tentu tidak! 

    Banyaak kemungkinan yang bisa dijajagi. Di tulisan yang akan datang insha Allah kami akan bagikan tentang 'Family of Wisdom', sebuah rumah yang dihibahkan penggunaannya oleh mantan presiden Taipei. 




    Apakah harus berupa rumah atau gedung tertentu? Tidak juga! Salah satu tempat yang kami lihat di sini adalah kolong jembatan Fuhe di Taipei, di mana warga senior bisa belajar dansa diiringi lagu yang dinyanyikan oleh warga senior lain dengan menggunakan karaoke, sementara yang ingin beristirahat sambil nonton bisa duduk dengan nyaman di bangku kayu yang dipasang menempel di tiang jembatan. Di situ juga ada net untuk main badminton, lalu ada tukang cukur, dekat warung, dan tersedia toilet. 
    area di bawah Fuhe Bridge, Taipei

    ada yang sekedar jalan kaki

    ada yang dansa, ada yang nyanyi, ada yang nonton aja
    dipasangi net buat main badminton di satu ujung


    ada pasar bunganya  di ujung lain tiap weekend
    ada tempat potong rambut di sebelah kanan

        ada pasar tradisional dan pasar loak besar di sebelah kirinya ,
       di mana warga senior bisa berbelanja, melihat-lihat sambil ngobrol, atau makan,
       dengan toilet yang bersih dan lapangan parkir luas


    di belakang pasar ada area untuk jalan kaki atau bersepeda



         aksesnya mudah dan aman buat warga senior

    Gimana? jadi tambah semangat kan, untuk bikin Rumah Ke-2 buat warga senior?
    Sebentar lagi kita semua juga senior loooooh... ^_*

    Tentu ide-ide di atas belum bisa serta merta diaplikasikan di sini,
    tapi setidaknya kita bisa comot sana comot sini yang bisa disesuaikan dengan kondisi kita,
    dan menyempurnakannya dengan kreativitas kita! 

    Kapan mulai dipikirkan?
    Sekarang!!
    Bendera start-nya sudah dikibarkan! 
    Semangaaaat!!!


    Semua ini untuk siapa?

    Untuk kita semua !
    Untuk Indonesia yang lebih baik, 

    Indonesia yang ramah kepada warga seniornya, 

    karena para senior inilah yang membesarkan negeri !